Menulis Karena Gelisah Terhadap Sesuatu..

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Raja Terbang



Cerpen ini sudah pernah dimuat di Harian Serambi Indonesia, edisi Minggu 16 Juni 2019

Dragunov berkali-kali melihat langit di atas kepalanya. Tapi tidak lagi menangis terisak atau meronta-ronta di gendongan ibu. Telah sangat paham ia bahwa sang raja ditangkap atas sebuah tuduhan. Tunduhan yang pada mulanya dibela mati-matian oleh berbagai pihak, namun lama kelamaan suara-suara itu kalah oleh sesuatu yang disebut bukti kuat. Dragunov yang pada awalnya tidak paham konon lagi menerima, kini dia sudah paham dan coba menerimanya dengan tidak benar-benar lapang dada. Dragunov hanya mencoba bersikap dewasa seperti umurnya kini. Tidak lagi mengungkit-ungkit keinginan masa kecil juga tidak lagi menunggu pesawat sang raja secara terbuka. Meskipun hatinya, hati masa kecilnya tidak akan pernah bisa dia tanggalkan. Kita telah kehilangan raja yang mampu menerbangkan pesawat, menggunakan senapan, dan piawai dalam berdiplomasi secara baik dengan menteri negara-negara penting melebihi kerajaan tetangga yang terletak di pulau yang berbeda. Kita telah kehilangan satu paket lengkap. Kita telah kehilangan seorang raja yang mampu melindungi rakyatnya seperti bapak melindungi istri dan anaknya. Sekarang kita cari lagi raja yang seperti itu, rasanya nihil. Itu selalu yang terbesit di pikiran Dragunov kala dia menatap langit yang kosong  tak ada apa-apa, juga tak ada kebisingan mesin pesawat.
***
Di sebuah negeri yang antah berantah terdapat seorang raja yang amat luar bisa, ia mampu menerbangkan pesawat dan juga menggunakan senapan. Setiap hari dia selalu memantau keadaan rakyatnya melalui jendela kaca pesawat, sedangkan beberapa tangan kanannya langsung turun ke rumah-rumah untuk melihat dari jarak yang lebih dekat. Begitu sang raja mendapati berita tidak mengenakkan  tentang rakyatnya, semisal,  ada rayatnya yang dipukuli oleh orang yang tidak dikenal atau rakyatnya dirampas harta oleh orang negeri seberang, sang raja dengan bringasnya mengarahkan moncong senapan ke arah para berandal tepat di antara dua mata. Tidak berhenti sampai di situ kelebihannya, sang raja juga mampu berdiplomasi dengan sangat ulung dengan menteri-menteri di luar kerajaannya. Bahkan sang raja mampu menjalin kerja sama yang sangat bagus dengan menteri yang paling disegani di dunia. Wibawa serta karisma seakan telah dibawanya sejak lahir dan seperti telah ditakdirkan hanya menjadi miliknya itu yang kemudian mampu menjadikan dirinya sangat berharga di dalam hati dan jiwa setiap rakyat. Bahkan tidak tanggung-tanggung, beberapa ibu mendongengkan anak-anak mereka sebelum tidur dengan kisah-kisah heroik sang raja ini. Padahal jelas kisah sang raja bukanlah dongeng. Berawal dari sinilah, anak-anak bertambah kekagumannya kepada raja. Bahkan ada yang sangat menginginkan bertemu dengannya atau hanya sekedar melihat pesawatnya berlalu-lalang di atas atap rumah mereka saja sudah cukup.

Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, Baretta bercerita lagi tentang raja yang tak pernah habis untuk dikagumi. Ada saja kisah-kisah yang dibalut dengan sangat rapih menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah merasuki anak-anak. Kali ini Baretta bercerita ketika suatu hari raja dari negeri tetangga datang ke negeri ini untuk mengeruk hasil bumi, jelas saja raja sangat murka. Selain dapat merusak tanah dan siklus alam sekitar yang teramat dicintai, juga hasil yang ditawarkan sangat merugikan rakyat terlebih tenaga yang dipakai untuk sebagian besar pekerjaan tidaklah berasal dari dalam negeri. Dengan berangnya sang raja menolak mentah-mentah ajakan itu, dan mengeluarkan senapan ketika raja dari negeri seberang masih bersikeras. Dragunov yang sedari tadi menyimak dengan sungguh-sungguh kisah yang terlontar dari mulut ibunya itu hanya mengangguk-angguk dan terlihat sangat antusias. Bahkan sesekali ketika Baretta sudah kehabisan kata-kata, Dragunov apabila belum tiba kantuknya, dia kerap meminta melanjutkan cerita. Jika cerita sudah sampai pada kata habis, maka Dragunov akan meminta untuk mengulang cerita yang sudah-sudah. Kagum benar dia pada sosok rajanya itu.

Pernah suatu waktu Dragunov, bocah laki-laki yang baru duduk di kelas satu sekolah tingkat dasar itu, menunggu hadirnya pesawat sang raja yang selama ini sering mengusik langit di atas atap rumahnya. Dia benar-benar menunggu dari pagi sampai petang. Kebetulan, hari libur sekolah. Pada penantian panjang yang teramat membosankan, Dragunov akhirnya bisa juga melihat pesawat sang raja ketika matahari hampir terbenam. Dilambaikan tangan mungilnya sambil berteriak-teriak seakan-akan teriakan itu mampu menembus lapisan awan lalu sampai pula ke telinga sang raja. Walau memang pada kenyataannya, pesawat raja yang tidak begitu besar itu tidaklah terbang terlalu tinggi. Sengaja tidak tinggi supaya raja benar-benar dapat memantau rakyatnya dari udara. Meskipun secara rutin setiap enam bulan sekali, raja keluar dari kastilnya turun ke rumah-rumah untuk melihat langsung keadaan rakyatnya.

Kelakuan Dragunov tidak hanya sebatas menunggu pesawat raja lewat di atas atap rumahnya, pernah juga suatu ketika Dragunov membuat pesawat mainan  dari kertas warna-warni, kemudian dia juga menggambar pesawat lengkap dengan dua orang diatasnya, yaitu dia dan raja. Gambar beserta pesawat kertas itu dititipkannya kepada tangan kanan raja untuk diberikan kepada sang raja itu sendiri. Namun, tidak ada kabar apakah titipan Dragunov itu sampai ke tangan sang raja atau tidak. Meskipun demikian, Dragunov yang memang tidak paham pada balasan, sangat senang. Untuk seharian itu, dia tersenyum sepanjang hari, banyak makan, sedikit bermain, banyak belajar, dan di sekolah dia mendapatkan nilai sempurna, meskipun cuma untuk hari itu saja.  Malamnya, dia berdoa saat besar kelak dia bisa lebih dekat dengan raja, bukan bermaksud untuk menggantikan posisi raja, tidak sama sekali, namun hanya berharap sangat dekat saja, bila tidak berlebihan satu pesawat dengannya saja sudah lebih dari cukup. Doa itu ditutup dengan usapan kedua telapak tangan di wajah.

Pagi ini merupakan hari libur, pagi-pagi sekali Dragunov telah selesai mandi, mengalahkan dingin dan rasa kantuk yang masih menggerayangi. Namun, dia tepiskan rasa malas itu jauh-jauh. Setelah berpakaian rapi dan wangi juga sarapan bubur dan roti gandum lengkap dengan keju dan saos supaya tidak lemas badannya, dia bersigap lari ke halaman, mendongakkan kepala, menatap awan. Ditunggunya pesawat sang raja dengan penuh harapan. Keringat mengucur di badan tak terasa lagi. Kering kulit terbakar matahari tidak dihiraukannya sama sekali. Gigih  benar bocah itu. Apabila leher sudah terasa pegal dan tak dapat diajak kompromi lagi, maka segera dia berlari ke dalam rumah untuk mengambil kursi lalu dibawanya keluar. Duduklah ia dengan sangat bersahaja di atas kursi itu, menyandarkan badannya, lalu mendongakkan kepala. Bila haus tak dapat ditahan lagi atau hadir hasrat untuk buang hajat, maka cepat-cepat dia tuntaskan sembari tetap menyiagakan telinga jika saja terdengar sayup-sayup suara pesawat sang raja dari kejauhan.

Waktu sudah siang matahari tepat berada di atas kepala. Pesawat sang raja belum juga muncul. Hal ini tidak menyurutkan semangat Dragunov untuk terus menunggu, sebab bisa jadi pesawat sang raja baru muncul ketika menjelang matahari terbenam seperti waktu itu. Maka diambillah keputusan untuk terus menunggu sampai matahari terbenam.

Bibir Dragunov bergetar, matanya berair, tubuhnya memerah dan penuh bercucuran keringat. Dia hendak menangis, tapi coba ditahan. Tak berapa lama, pecah juga tangisannya. Tangisan sebab kelelahan. Tangisan sebab sangat kecewa. Tangisan anak kecil ketika kehilangan mainan kesayangannya. Hari ini  pesawat sang raja tidak muncul. Selama sang raja menjadi raja belum pernah sekalipun pesawatnya tidak muncul di atas atap-atap rumah warga. Baru hari ini dan semoga cuma hari ini.

Dragunov tidak mau mendengar penjelasan dari ibunya. Dia terus meronta-ronta dan menangis sejadi-jadinya. Dia tidak terima pesawat raja hari ini tidak muncul di atas rumahnya. Tangisnya kemudian semakin menjadi ketika ibunya berkilah mungkin raja sakit. Bahkan dia memaksa ibunya untuk berkunjung ke kastil menjenguk sang raja. Setelah digendong dan dibujuk-bujuk dengan berbagai cara, akhirnya Dragunov tertidur di pangkuan sang ibu dengan mata sembab dan bibir yang sesekali masih bergetar.

Cut Titeue, 30 Mei 2019
Munawar, penikmat dan pelaku seni peran di Banda Aceh.

Share:

Sisa Wabah Game of Thrones

GoT. Foto: HBO

Artikel ini sudah pernah dimuat di situs Kumparan, edisi 12 Juni 2019 

Di Indonesia, tidak bisa dipastikan sejak kapan virus Game of Thrones (GoT) mewabah. Akan tetapi, kita harus mengakui sejak GoT itu disebut oleh seorang kepala negara dalam satu pidato resmi, banyak orang mulai mencari tahu dan pastinya penonton GoT bertambah di Indonesia.

Mengingat betapa banyak menyita waktu untuk mengikuti sebuah tayangan serial TV, sulit bagi seseorang membiarkan dirinya terseret dalam kubang serial TV yang episodenya juga tidak sedikit. Tentu terdapat daya tarik lain di sana yang lahir dari sebuah tontonan, hingga konon sebuah serial TV ini menjadi buah bibir di mana-mana. Padahal bukan tidak ada serial-serial lain di saluran TV kabel berbayar dengan berbagai genre seperti The Walking Dead, Vikyng, Arrow, Spartacus, dan lainnya. Namun, penikmat serial TV dunia khususnya Indonesia seperti tersedot dengan daya tarik kolosal yang disuguhkan dalam serial GoT.

GoT merupakan sebuah serial TV produksi HBO, rilis semenjak 2011 dan baru berakhir tahun ini, bulan lalu. Serial TV yang disadur dari novel karya George RR Martin berjudul The Song of Ice and Fire ini bercerita tentang pasang surut perebutan kekuasaan yang sarat dengan intrik, perang, dan pengkhianatan. Lewat serial ini kita bisa mengetahui bermacam-macam karakter manusia di tubuh kekuasaan. Pada kenyataannya film ini telah menumbuhkan kesan kuat di tiap-tiap benak penonton baik lewat kehadiran para pemain dengan akting yang memikat maupun dari suguhan alur cerita hingga sinematografi yang begitu rapi. Ada banyak cara bagaimana serial ini menjadi digemari, salah satunya ketika di dunia maya menjadi trending topic dan forum-forum film membicarakannya sehingga nama-nama tempat dan tokoh dalam serial TV ini sering kali mencuat ke permukaan terutama di media sosial.
Game of Thrones. Foto: HBO
Jika di planet bumi terdapat benua, maka begitu juga dalam serial GoT. Westeros nama sebuah benua yang di dalamnya terdapat beberapa kerajaan, dari sinilah kisah Game of Thrones berlangsung. Sampai penayangan terakhir, secara keseluruhan GoT berakhir di hitungan delapan musim, tepatnya episode enam, dengan jumlah keseluruhan tujuh puluh tiga episode. Menyambut musim terakhir GoT, sebuah akun Instagram merilis satu meme yang berisikan pertanyaan tentang keberlanjuatan cerita GoT di musim terakhir. Meme tersebut memuat nama para pemain GoT yang masih tersisa dari musim sebelumnya.

Diawali dengan pertanyaan siapa yang kalian inginkan mati di GoT musim ini. Berawal dari sinilah, di musim terakhir, jawaban bagaimana sebuah tokoh berakhir menjadi hal yang sangat dinanti dan membuat penggemar penasaran. Kurang lebihnya, ya begitulah muatan kisah di akhir musim serial tersebut. Teka-teki akan kematian menjadi sesuatu yang menarik untuk dibicarakan penggemar. Dari sekian banyak para pemain dengan tipe karakter yang berkembang, setiap musimnya satu-persatu tokoh GoT berguguran dengan cara-cara mencengangkan. Begitu juga nasib beberapa pemain yang di musim akhir namanya kerap disebut, seperti Jon Snow (Kit Harington), Sansa Stark (Sophie Turner) Daenerys (Emilia Clarke), dan beberapa nama kelompok Lannister yang tersisa.

Kita bisa mengerti mengapa para penggemar Game of Thrones garis keras banyak yang kecawa dengan hasil akhir episode dan musim penutup dari serial fenomenal tersebut. Jika melihat kembali bagaimana bangunan daya pikat yang dipelihara dari serial tersebut yang sudah dimulai sejak musim pertama hingga ke tujuh, maka pantaslah di musim ke delapan para penggemar berharap banyak akan adanya suguhan yang tidak kalah menarik dengan musim sebelumnya.

Sangat tidak berlebihan jika para penggemar menaruh harapan pada para kreator untuk menghadirkan kejutan-kejutan yang tidak kalah menarik atau paling tidak sepadan dengan musim-musim sebelumnya. Setelah musim ke tujuh selesai, lebih dari setahun para penggemar menunggu kabar rilisan musim terakhir GoT. Sampai akhirnya penantian itu terjawab setelah HBO mengirim sinyal dengan merilis tayangan trailer GoT musim terakhir.
Game of Thrones. Foto: HBO
Di luar perkiraan para penggemar, dua kreator GoT, David Benioff dan D. B Weiss selesai menjawab atas teka-teki dan teori episode terakhir serial Game of Thrones yang selama ini beredar. Kisah ditutup dengan sangat rapi dan tentunya ini mengakhiri penantian panjang para penggila serial tersebut yang sudah lama digantung: terkatung antara langit dan bumi cerita. Kini tidak ada lagi pertanyaan siapa yang akan menduduki The Irone Throne setelah dua perang hebat di Winterfell dan King's Landing usai, sebab jawabannya tak ada seorang pun: tidak dengan Daenerys begitupun Jon Snow.
Memang harus diakui, setelah riwayat dan silsilah kelahiran Jon Snow yang sebenarnya terkuak di wilayah utara, bahwa dia adalah keturunan asli dari Targaryan, bukan anak haramnya Ned Stark (Sean Bean) seperti kabar yang kadung beredar, keberlanjutan kisah GoT semakin mendebarkan. Meski ada klaim sebelumnya yang menyatakan salah seorang keturunan Targaryan berhak atas The Irone Throne. Sementara kita tahu ada dua Targaryan di sana: Daenerys dan Jon Snow.

Spekulasi pewaris The Irone Throne yang begitu rumit justru disederhanakan oleh, David Benioff dan D. B Weiss, lewat penghadiran adegan Jon Snow. Di dalam adegan ini Jon Snow memutuskan mata rantai perebutan itu. Jon Snow, ia sendiri yang membunuh ratu dalam kehangatan cinta dan perasaannya. Tampilan simbol kekuasaan (tahta) dalam bentuk tempat duduk seorang penguasa dari susunan pedang hasil perang itu, justru dibakar habis oleh naga yang beringas, The Irone Throne meleleh hingga rata dengan tanah, seperti isi lelehan gunung berapi.

Pasca tewasnya Daenerys di tangan Jon, tidak ada yang berhak atas The Irone Throne, karenanya itu dimusnahkan. Tidak ada cerita tentang kebangkitan dan pedang yang menyala seperti prediksi yang beredar (ini bukan Star Wars) semuanya terbantahkan dan berhenti sampai Daenerys mati ditikam oleh orang yang dicintainya. Di adegan yang lain, begitupun kejutan atas dipilihnya Bran Stark (Isaac Hempstead) sebagai raja di King’s Landing. Sungguh hal ini telah mematahkan spekulasi pihak yang mengelu-elukan antara dua nama (Jon Snow dan Daenerys) yang berhak untuk memimpin King’s Landing di musim terakhir ini.
Foto: HBO
Terlepas dari kekecewaan penggemar yang mencuat karena episode terakhir jauh dari harapan dan bahkan dianggap berada di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya, pada hakikatnya para kreator dalam sebuah film memiliki hak istimewa atas jalan cerita dari film mereka. Oleh sebab itu, alur sebuah film hendak diakhiri dengan cara bagaimana pun, itu jelas berdasarkan imajinasi dan keinginan dari kreator film. Sebagai penggemar hanya dapat menikmati dan memberi komentar yang membangun tanpa menghancurkan hak perogatif si kreator tersebut. Bagaimana pendapat anda? []

Penulis: Munawar
Penikmat dan pelaku seni peran di Kota Banda Aceh

Share:

Nek Yat dan Temanku yang Lurus



Cerpen ini sudah pernah dimuat di Harian Serambi Indonesia, edisi Minggu 10 Maret 2019

Ban mobil yang terbuat dari bekas sandal jepit terus berputar di jalan kecil. Replika mobil itu membentuk truk yang terdapat bak di bagian belakangnya. Dalam bak penampungan itu diisi ranting-ranting kayu yang berukuran kecil. Anak-anak mendorong mobil itu menggunakan kayu  yang telah dikaitkan sedemikian rupa pada bagian belakang mobil, sehingga kayu itu juga berfungsi sebagai setir yang dapat mengatur mobil berbelok ke arah mana saja.

Tidak hanya satu, anak kecil secara bergerombolan datang ke hutan untuk mencari ranting kayu lalu membawanya pulang menggunakan truk mainan mereka. Sesampai di kampung kayu-kayu bakar itu diantarkan ke rumah Nek Yat, seorang janda ditinggal pergi oleh suaminya. Nek Yat hidup seorang diri di sebuah rumah tua berdinding kayu. Apabila Nek Yat memasak menggunakan tungku, maka asap akan keluar dari celah dinding.

Sudah menjadi semacam tradisi bahwa setiap hari libur, paginya anak-anak di kampung itu pergi ke hutan mencari ranting kayu bakar. Masing-masing membawa serta truk yang nantinya akan diisi penuh dengan kayu bakar. Ranting kayu bakar itulah kemudian diberikan kepada Nek Yat. Yakinlah, anak-anak itu sebenarnya tidak begitu peduli dengan Nek Yat. Yang mereka tahu hanya senang-senang ke hutan lalu membawa pulang sesuatu.

Tapi bagi Nek Yat, kebaikan hati anak-anak kecil ini adalah hal yang luar biasa. Ranting-ranting kayu bakar yang dibawa pulang setiap akhir minggu merupakan hadiah terbesar baginya. Hingga setiap kali anak-anak mengunjungi Nek Yat lengkap dengan membawa kayu bakar, Nek Yat selalu mengusap ujung matanya menggunakan selendang panjang yang ujungnya diikat—tempat uang terbungkus di dalamnya. Nantinya, ketika Lebaran, uang itu diberikan kepada anak-anak dengan senang hati. Anak-anak pun menerimanya dengan suka-cita. Tak jarang pula Nek Yat dengan susah payah, karena tubuhnya sudah bungkuk,  berjalan keluar rumah untuk menyambut kedatangan anak-anak pembawa kayu bakar itu.

Sambutan Nek Yat membuat anak-anak senang bukan kepalang. Minggu berikutnya mereka akan mencari kayu bakar dengan jumlah dua kali lipat. Semua demi Nek Yat. Bahkan ada anak-anak yang tidak memiliki mobil berusaha keras mencari papan bekas dan sandal jepit putus demi memiliki sebuah mobil
***
Ini kampung. Suasana kampung. Keadaan kampung. Dan orang-orang kampung. Di kampung ini terdapat sebuah lapangan bola. Lapangan bola yang dibangun dan dibenahi bersama-sama oleh anak muda dan anak-anak. Setiap setahun sekali, anak-anak muda dan juga anak-anak yang bahkan belum lancar membaca mengadakan gotong-royong untuk mengurus lapangan bola ini. Mereka merapikan rumput, kalau tidak dikatakan memangkas habis rumput. Ada di antara mereka yang menggali lubang untuk dipasangkan tiang gawang. Ada di antara mereka yang pergi mencari batang bambu untuk dijadikan gawang. Dan bahkan ada di antara mereka yang merancang bangku penonton.

Lapangan bola ini boleh digunakan oleh siapa saja. Boleh digunakan oleh anak-anak hingga ayah anak-anak. Namun, pada sore hari sepulang mengaji, lapangan ini kerap kali digunakan oleh anak-anak, terutama saat mereka tidak berenang di sungai. Suatu waktu, seorang anak pulang ke rumah setelah berenang di sungai dengan menangis tersedu-sedu sebab tidak tahu lagi kancutnya tersangkut di mana.

Bila tiba saatnya mereka bosan mandi di sungai, maka bermain bola adalah pilihan yang sering dilakukan. Mulanya mereka membagikan diri menjadi dua tim dengan jumlah seimbang. Kemudian mereka bermain bola seperti biasa. Tapi, tidak dapat dikatakan seperti biasanya juga. Bagaimana tidak, sebelum bermain mereka telah lebih dahulu mengumpulkan uang dengan jumlah yang telah ditentukan per orangnya. Uang menang katanya. Nanti, setelah permainan selesai, uang itu akan diserahkan dengan panuh hormaat, tapi belum tentu penuh ikhlas kepada kelompok yang menang. Sedangkan kelompok yang kalah, silahkan telan ludah dan pulang.

Sebagian besar dari mereka mengetahui bahwa cara ini tidak bagus. Bahkan dapat disamakan dengan judi, begitu amanat yang sering disampaikan oleh guru ngaji mereka. Alhasil ketika sampai di lapangan ada anak-anak yang dikategorikan sebagai anak lurus, dia selalu terngiang-ngiang akan amanat guru ngajinya itu. Tapi dia tidak mundur dari permainan. Sebab mundur dari permainan sama dengan mengurung diri dalam kesepian. Anak yang lurus ini, begitu sebutannya, memilih tetap bermain, akan tetapi setiap uang yang diperolehnya dari menang main bola tidak dibawa pulang. Jika dibawa pulang dia teringat bawa itu uang haram, maka bisa celaka rumah beserta seluruh isinya. Tidak juga dia makan, sebab bila dalam darahnya mengalir uang haram, maka doanya tidak akan pernah dikabulkan Tuhan. Jadi, si anak lurus ini mengambil jalan tengah. Diletakkannya uang haram itu dengan tersembunyi dan penuh rahasia di bawah batu di sudut lapangan bola. Nah, besoknya uang itu akan digunakan lagi untuk bertaruh dengan teman-temannya pada permainan selanjutnya. Dengan begitu, pikirnya, dia akan selamat dunia akhirat sebab tidak mengalir dalam tubuhnya uang haram dan tidak pula hadir di dalam rumahnya uang yang tidak benar.
****
Aku baru saja menerima kabar bahwa Nek Yat sudah berpulang kemarin sore. Dia menutup matanya dengan tenang. Namun, tidak ditemani oleh anak-anak kecil pembawa kayu bakar yang kini telah merantau ke daerah lain demi mencari pekerjaan yang layak. Beberapa teman-teman masa kecilku, sesama bocah pembawa kayu bakar turut berduka untuk berita tersebut. Tenang Nek Yat, kayu bakar akan digantikan dengan hal lain yang jauh menyenangkan di sana.

Tidak ingin larut dalam duka kematian  Nek Yat, aku juga teringat pada temanku yang lurus itu. Temanku yang takut akan uang haram itu. Aku juga teringat pada aroma sawah. Aku juga teringat pada berbagai permainan yang kerap kami lakoni sepulang dari mengaji. Dan rasanya ingin sekali mengulang atau sekurang-kurangnya melihat tempatnya yang sekarang entah bagaimana bentuknya saja sudah mengobati sedikit rindu.

“Nak, itu yang Bapak lakukan semasa kecil dulu. Setiap pulang mengaji kami menyusun sandal menghadap ke langit. Kemudian, kami melakukan ritual hom pi pa untuk menentukan satu orang sebagai penjaga sandal-sandal yang telah disusun itu. Sore itu kebetulan yang bertugas menjaga sandal adalah Sabri, sedangkan teman-temannya yang lain bersembunyi dari Sabri. Adapun Sabri berusaha mati-matian menjaga sandal itu sekaligus mencari temannya yang bersembunyi. Sebab bisa fatal bila salah satu temannya yang bersembunyi itu sampai berhasil menghancurkan susunan sandal yang dijaga Sabri. Karena itu artinya, Sabri mendapatkan tugas menjaga sandal-sandal itu lagi. Namun, apa hendak dikata, sampai akhir permainan, Sabri masih pada posisi semula. Dengan kelihaian teman-temannya, Sabri tidak pernah berpindah posisi. Selalu saja sandal-sandal yang tersusun itu berhasil dihancurkan oleh salah seorang temannya. Dan hingga akhirnya, Sabri terpaksa menyusun sandal-sandal itu dengan satu tangan sebab satu tangannya lagi sibuk menyeka air mata. Selain itu, kami juga bermain pistol-pistolan yang kami buat dari batang bambu yang kemudian pelurunya kami isi dengan bunga jambu. Nak, yang seperti itu sangat menyenangkan.” Aku menengadah ke langit. Seakan masa kecilku tergambar jelas di sana. Dari teras ini seakan-akan aku dapat kembali melihat masa kecil dan teman-temanku mendorong mobil-mobilan yang berisi kayu bakar. Dari teras rumah ini seakan aku dapat melihat kawanku yang lurus itu menyembunyikan uangnya di balik batu dengan sangat rapi.
“Nak, itu benar-benar menyenangkan.”

“Aku tak paham, Pak, pada semua yang Bapak ceritakan.” Anak itu menjawab dengan jari masih terus menyentuh layar telepon pintarnya.

Banda Aceh, 14 Februari 2019
Munawar. Penulis adalah penikmat seni peran dan aktif di komunitas teater di Banda Aceh.

Share:

Rabat Jaleem



Cerpen ini sudah pernah dimuat di situs berita online: Acehtrend edisi Minggu/ 28/04/2018.

Rusli dulunya pemuda yang tambun, tanpa alasan yang jelas tubuhnya digerogoti darah manis hingga membuat orang-orang tak bisa percaya melihat tubuhnya yang kini menjadi ringkih. Hari-harinya dihabiskan berteman dengan rokok yang tiada putus. Dia pernah menjadi pemuda, tapi setelah angka usianya yang ke tigapuluh lewat, Rusli dijuluki bujang lapuk bersebab ia tak kunjung menikah. Ada yang menganggap dia tidak selera atas perempuan. Banyak juga orang kampung menganggapnya impoten.

Di suatu sore, di bawah guyuran gerimis ia mendayung sepeda ontel yang sebenarnya warisan dari kakek buyutnya, menuju ke sebuah warung kopi tua yang berada di kawasan persawahan. Sepeda itu berderit di atas jalan berbatu sebab rantainya yang berkarat. Ini juga yang membuat Rusli harus mengumpulkan segenap tenaganya dalam mendayung, sampai-sampai kentutnya keluar berhamburan. Ia sedang menuju ke sebuah warung kopi tua yang berada di kawasan persawahan. Warung kopi telah menjadi rumah ke dua setelah rumah bikinan orang tuanya.

“Sini, sini..”

Rusli berseru ke teman-teman ngopinya untuk mendengar ceritanya. Sudah menjadi kebiasaan, setiap berkumpul dengan teman-teman di warung dia akan bercerita panjang lebar sembari menepuk-nepuk dada.

“Tukang santet hebat di kampung tetangga mati.” Tiga orang teman yang selama ini jadi pendengar setia atas cerita-cerita Rusli, tercengang. “Bisa mati juga dia ya, bukannya dulu bisa menghilang saat kepergok melakukan ritual keliling kampung tanpa menggunakan sehelai benang?” sambar Kasim. Rusli cepat-cepat menghabiskan kopinya, “kalau tidak percaya ayo ikut aku.” Rusli meninggalkan gelas kopi yang kosong.
***
Pagi ini warga kampung tetangga dihebohkan dengan kabar temuan mayat seseorang. Kondisi mayat tersebut mengambang di atas permukaan air dengan leher dijerat sabut ijuk di dalam sebuah sumur tua yang tak bercincin. Mayat tersebut masih bisa dikenali, mungkin dikarenakan si pembunuh masih punya hati hingga tak jadi memisahkan batok kepala sekaligus batang leher seorang tukang santet dari dudukan tubuhnya. Sebenarnya tukang santet ini sudah lama diincar dan dicurigai oleh warga setempat. Namun, warga belum menemukan bukti yang kuat terlebih kasus santet semacam ini bukanlah kasus yang dapat dilaporkan kepada pihak berwajib. Sehingga warga tidak dapat berbuat apa-apa meskipun kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. Akhirnya warga memilih main hakim sendiri.

Semalam, nasib baik sedang berpihak pada warga, “setan” kiriman Rabat Jaleem membocorkan rahasia soal identitas siapa empunya. Sebab sudah tak betah lagi berlama-lama di dalam tubuh seorang gadis setelah mendapat usiran dari orang pintar lewat bacaan-bacaan ayat suci. Berbekal informasi yang mengarah pada keberadaan Rabat Jaleem inilah para pemuda mengambil jalan pintas: warga menjerat leher Rabat Jaleem dan membuangnya ke dalam sumur tua.

Ini pagi senin, seharusnya anak-anak sekolah dan orang kantoran sudah bergegas ke tempat kerja mereka masing-masing bersebab harus mengikuti apel pagi. Tetapi yang anak-anak sekolah dan orang kantoran di kampung tetangga itu lakukan adalah, dengan seragam sekolah dan dandanan kantor, mereka mengerumuni mulut sumur tua. Mereka rela berdesakan hingga melewati jam apel senin usai hanya untuk mendongakkan kepala agar bisa melihat isi sumur tua yang buat penasaran dan menjadi buah bibir sedari tadi, kala waktu masih pagi buta.

Ini kampung tetangga, namanya juga sebuah kampung, jadi sudah pasti tak jauh berbeda dengan kampung-kampung lain, hanya saja keberadaan dan maraknya kabar tentang santet yang membuat kampung tetangga menjadi spesial sekaligus menyeramkan di mata orang-orang. Rabat Jaleem merupakan julukan  untuk seorang lelaki tua sakti mandra guna yang selama ini sering membuat masyarakat kampung tetangga resah. Bagaimana tidak? Dari waktu ke waktu korban terus berjatuhan, tua muda hingga anak-anak menjadi tumbal buroeng tujoeh peliharaan Rabat Jaleem. Dia diduga sebagai tukang santet yang sangat kejam dan tak punya hati ketika memilih dan menjerat korban.

“Kalian tahu bagaimana kiprahnya selama ini? Tidak bisa diragukan dan dibantahkan lagi. Sangat kejam dan sangat adil. Ya adil! Setiap rumah mendapatkan jatah masing-masing mulai dari gatal hingga kemudian luka sampai lari keliling kampung sembari teriak-teriak kesetanan.” Rusli melanjutkan ceritanya dengan mimik meyakinkan di depan orang-orang yang sedari tadi mengerumuni sumur tua yang berisi mayat Rabat Jaleem itu. Rusli dengan terengah-engah sehabis menempuh perjalanan yang pada nyatanya tidak begitu jauh dari warung kopi tadi terus melanjutkan ceritanya, bak seorang pemonolog yang sedang mencuri perhatian penonton. Anehnya, orang-orang mendengarkan dengan khusuk sembari mangangguk kepala.

Pernah suatu kali seorang warga bercerita, pada suatu malam, dia tiba-tiba terbangun dari tidurnya lantas mendengar suara aneh dari atap rumah. Atap rumahnya seperti disirami butiran pasir. Sejak malam itu rumahnya disesaki hawa aneh. Celakanyanya lagi, ternyata peristiwa aneh tak hanya selesai pada malam itu. Akan tetapi, besok paginya di pintu pagar halaman rumah ditemukan bungkusan bahan santet yang dibalut dengan kain putih persis kain untuk membalut mayat yang lengkap dengan isi muatan sihir seperti jeruk purut busuk yang dilumuri tusukan pentul, minyak orang meninggal hingga beras padi. Saat itu keberuntungan masih memihak pada tuan rumah. Sebab, bungkusan itu belumlah selesai ditanam dengan sempurna oleh si punya hajat. Alhasil, bungkusan yang sebagiannya menyembul ke permukaan dapat dilihat dengan jelas oleh sang pemilik rumah dan sontak saja membuat terperangah.

Pemilik rumah yang bingung harus berbuat apa langsung saja memanggil orang pintar untuk menengani perkara bungkusan itu. Oleh orang pintar tersebut kemudian diselesaikan dengan cara yang cukup lihai dan tetap hati-hati. Nah, kalian tahu bagaimana cara menyelesaikannya?” Rusli seperti kehabisan napas, menarik napas sekali, memperbaiki posisi berdirinya. Lalu menatap wajah pendengarnya dengan saksama.
“Kau sangat banyak tau?” Kasim yang sedari tadi khusuk mendengar, kemudian menyambar.

“Harus. Sebab kalau aku tidak tahu, maka kalian juga tidak akan pernah tahu.” Rusli menjawab dengan penuh rasa bangga dan dagu terangkat. “Orang pintar yang dipanggil tadi kemudian menyelesaikan kiriman tak baik itu dengan caranya sendiri. Dia memetik daun melinjo hijau tua, lalu menyelipkan daun melinjo di antara lipatan lutut kirinya, baru kemudian ia jongkok dan mencolak-colek bungkusan yang diikat seperti mayat dengan ujung golok yang berkarat. Melepaskan ikatan demi ikatan dengan ujung golok hingga ketahuan isinya.”

“Tak hanya itu saja korbannya,” sambung Rusli. “Pernah ada korban yang lebih menyeleneh di antara semua korban yang pernah ada. Bagaimana tidak? Bayangkan saja dia tidak bisa kentut selama berjam-jam. Ketidaklaziman itu terjadi setelah ditemukan balon di dalam sumur. Pada mulanya itu hanya balon biasa, tetapi lambat laun diketahui juga bahwa itu adalah balon kiriman Rabat Jaleem. Menurut kabar, balon yang telah berisi udara seadanya dan dijerat dengan kawat itu diniatkan sebagai lambung si korban yang dimantrai sedemikian rupa sehingga sang korban tidak dapat melakukan kentut selama berjam-jam. Ini jelas cukup menderita. Cukup menderita dengan cara paling sederhana.”

“Satu hal yang perlu kalian tahu, pastinya tukang santet seperti itu tidak hanya Rabat Jaleem seorang. Bisa jadi ada orang yang lebih hebat dari dia tapi selama ini masih diam saja. Atau jangan-jangan Rabat Jaleem itu bukan tukang santet yang asli, tapi ada orang lain di balik itu semua.” Rusli berhenti sejenak. Dia menikmati tingkah pendengarnya yang sudah mulai risau dan bertanya-bertanya.

“Rusli, yang betul kalau bicara. Jangan mengada-ada. Jangan membuat kami tambah takut dan risau lagi.” Kasim menimpali seperti sebelumnya.

“Nah, bisa jadi, kan? Siapa yang bisa memastikan? Makanya kalian harus waspada dan berhati-hati. Tapi yang terpenting, satu hal, kalian tahu? Kalian tahu satu ritual khusus yang selalu dilakukan oleh tukang santet?” Rusli diam menunggu jawaban dari para pendengarnya.

“Apa? Cepat kau beri tahu!” Kasim tak sabar.
“Tebak sendiri lah!” Rusli benar-benar berhasil mengendalikan suasana. “Mereka kalau kencing tidak pernah mencuci,” seorang warga dengan raut setengah mati menyimak meyahut.
“Kalau pakek sempak selalu terbalik!”

Syakumi selalu ngasal dia kalau buka mulut.
“Oi Syakumi, sembarangan aja moncongmu, sempakmu itu kebalik!” tawa Rusli meledak dan dikuti yang lain.
“Sujud menghadap matahari terbenam,” jawab yang lain dengan penuh semangat.

“Sembari mulutnya komat-kamit.” Sahut lagi suara lain.
Rusli terbahak, “Itu di Jepang, begok!” Sanang betul dia sampai-sampai tak bisa berhenti tertawa hingga terbatuk-batuk.
Kalian urus mayat itu, aku ingin mengelilingi kampung, kali saja ada berita atau temuan baru yang dapat kusampaikan besoknya kepada kalian semua.” Tanpa mendengar kata orang, Rusli langsung mengambil sepeda dan bergegas mendayungnya dengan perlahan-lahan sambil bersiulan. Dia menikmati betul waktu sendirinya seperti itu. Kali ini dia tidak terburu-buru. Dia berjalan melewati setiap jalan kecil yang ada di kampung tetangga itu sembari memasang mata dan telinga, siapa tahu ada berita atau peristiwa yang dapat dijadikan bahan cerita di warung kopi esok hari.

Rusli seakan tanpa lelah terus saja mengelilingi kampung, meskipun jalan yang sama telah dilewati beberapa kali, tapi itu tidak membuat Rusli berhenti mendayung sepedanya dengan penuh senyuman dan mata yang berkeliaran bak maling. Hal itu terus dilakukan Rusli sampai senja. Sadar hari sudah senja, Rusli kemudian memilih melewati jalan berbukit untuk menuju ke kampungnya. Di atas bukit kecil berumput rendah, terdapat jalan setapak yang terbentuk sendirinya sebab sering dilewati banyak telapak kaki. Jalan yang sudah gundul akan rumput hingga yang muncul hanya sebaris tanah yang panjang. Jalan ini merupakan jalan pintas menuju kampung Rusli yang lebih sering digunakan oleh para petani untuk pulang.

Sepanjang jalan itu, Rusli mendayung sepedanya dengan perlahan hingga secara perlahan pula tubuhnya menutupi matahari yang sedang rebah terbenam. Beberapa kayuhan kemudian, Rusli memilih berhenti di bawah pohon beringin tua, dia kencing di sana, tanpa membasuhnya kemudian menghadap matahari terbenam sujud sekali, tersenyum, lalu kembali mendayung sepedanya dengan pelan untuk pulang.

Dalam gubuk, 24 April 2018.

Munawar, penikmat seni peran, anggota Forum Lingkar Pena Aceh (FLP-Aceh) dan alumni Muharam Journalism College (MJC) jurusan televisi.

Ilustrasi photo dikutip dari Jawa Pos.

Share:

Dilema Ijazah

Tujuan dari seseorang sekolah barangkali supaya dia tahu bagaimana cara menikmati hidup setelah tamat sekolah nanti. Dan sudah siap dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang harus dihadapi, bahkan kemungkinan terburuk sekalipun. Sebab gambaran umum tujuan orang-orang sekolah hari ini salah satunya untuk mendapat pekerjaan. Tapi sebetulnya, kalau kita mau membuka mata lebar-lebar untuk melihat dengan atas apa yang sedang terpampang, tentunya seseorang akan depresi berat kalau saja menempatkan sekolah sebagai tujuan memperoleh pekerjaan. 

Mengingat betapa sulit persaingan global di dunia professional dan tuntutan kerja saat ini. Semoga saya tidak berlebihan mengatakan: jika saja tujuan dari pendidikan adalah mencari pekerjaan, dengan melihat kenyataan dan garis ketetapan zaman akhir-akhir ini yang semakin menjamurnya pengangguran dari tahun ke tahun, maka jelas akan banyak orang terdidik yang akan mengalami tekanan dan gangguan jiwa karena tidak memiliki pekerjaan setelah tamat sekolah-dan mereka harus dipaksa belajar menikmati hidup di rumah sakit jiwa. Ini belum lagi dengan tuntutan kawin yang bisa memperparah keadaan.
Mulai dari kata ijazah
Jujur, saat membuat postingan ini, aku sudah beberapa kali menghidupkan korek api jenis yang berbiji, tapi selalu saja gagal bersebab koreknya basah kena air hujan setelah air hujan itu mengguyuri sekujur tubuhku termasuk mengguyuri celah dimana korek kusimpan. Tujuan aku menghidupkan korek untuk membakar lembaran ijazah yang oleh banyak orang dianggap mulia binti berharga itu.
Sekarang ini, lembaran kertas yang menurut orang banyak paling berharga itu bukanlagi barang langka yang sulit dimiliki. Tanpa sekolahpun jika seseorang punya jaringan yang mendukung (tentunya dengan tidak melupakan uang), selembar ijazah bisa dengan mudah dimiliki dengan cara membelinya. Bagi anak didik yang ulet, serius dan fokus di dunia pendidikan, ijazah sudah barang pasti didapat. 

Tetapi fakta lain: apakah kita tahu sudah berapa jumlah orang terdidik dan tidak terdidik (jalan pintas-beli ijazah) yang sudah mengantongi ijazah sampai hari ini. Mulai dari lulusan perguruan tinggi negeri hingga swasta? Aku juga tidak tahu. Lagian mana ada orang gila (kurang kerjaan) yang mau menghitungnya. Dan umumnya dari mereka yang berstatus pengangguran dan hari ini punya legalitas yang dalam dunia pendidikan dikenal dengan sebutan ijazah.


Satu tahun setelah divonis menjadi alumni dari salah satu "sekolah" yang biasa-biasa saja yang ada di tanah ini (dibaca dengan nada remeh dan loyo), aku bingung: berpikir kemana lagi aku harus melangkah? Seperti: koran-koran dan situs-situs penyedia lowongan kerja sudah lama menjadi sajian dan santapan yang tidak mungkin kulewatkan untuk tidak kubaca. Tetapi semua persyaratan diterima kerja yang tertera di halaman lowongan pekerjaan, sedikit sekali yang melekat padaku selain dari tinggi dan berat badan ideal serta memiliki berijazah. Sementara persyaratan lain nol besar, tak ada yang menempel padaku. Ditambah lagi dengan usiaku yang sudah seumuran "pohon beringin". Nasib, nasib.. ini yang membuatku sangat sulit diterima dimana-mana, termasuk di hati "dia".

Keadaanku masih begitu-begitu saja, sebagai Pengacara (Pengangguran Tiap Acara). Hampir setiap malam, sebelum tidur aku mengambil sesuatu yang sudah lama  kuselipkan dibalik kasur butut yang kapasnya berserak tapi tetap wangi (seharusnya). Sebuah map yang berisikan kertas berharga yang telah kuperjuangkan hingga empat tahun setengah lamanya. Kuambilkan isi map itu, lalu ku perhatikan "ia" lekat-lekat serta penuh penghayatan pada masa perjuangan dalam meraihnya. Di bawah sorotan boh lam yang sedikit meredup aku meratapi nasib pada selembar ijazah dan transkrip nilai yang tertoreh nilai biasa-biasa saja: nilai yang cuma cukup untuk melamar menjadi seorang hansip di kampung calon mertua. Aku merasa depresi tingkat dewa dan itu kurasakan selama berhari-hari.
Pagi ini aku bangun tidur masih dalam keadaan dan nasib yang sama. Masih menjadi Pengacara (Pengangguran Tiap Acara). Karena nasibku belum juga berubah, hingga di suatu pagi aku memutuskan untuk menghibur diri dan dunia kesenianlah yang akhirnya menolongku.


"Get the hell are here, you sit on my chair!!"




Share:

Alimnya Tingkah Polah SPG di Aceh

Hanya di Aceh anda akan menemukan sekawanan SPG (Sales Promotion Girl) mengucapkan "Assalamualaikum" saat mendatangi tumpuk demi tumpuk kerumunan orang yang nongkrong di warung kopi untuk menawarkan racun (baca-rokok) keluaran terbaru. Dalam kondisi tubuh setengah menungging mereka meminta sedikit waktu pada para jamaah warung kopi, "Assalamualaikum, permisiiii." Ucapan itu terdengar yang dibarengi dengan kulum senyum lima senti kiri lima senti kanan dari bibir sexy bergincu menyala yang aduhai membekas di hati. Lalu dengan sedikit menunduk, "Aabang perokok? Oya, ini kami lagi ada produk terbaru bla, bla, bla.. terimakasih bang, permisiii.!" Begitulah gambaran umumnya.
Ilustrasi photo: Temuan dari Internet
Ya, fonemena di kehidupan berpolitik sekarang juga demikian, untuk membuat orang lain mau menerima sesuatu yang buruk, akan lebih cepat diterima dan didengar orang banyak kalau sekiranya sesuatu yang buruk itu dibungkus dengan kata-kata terpuji bin mulia, apalagi menyebut-nyebut nama Tuhan. Memulainya dengan mengucapkan kata-kata yang terpuji, semisal bismillah (pokoknya kata-kata yang ada llah-llah-nya diujung), atau mengekploitasi ayat-ayat Tuhan dalam membuat penciteraan politik.
***
Usai menawarkan produk dan melakukan promo rokok, para SPG jelita itu berlalu dengan meninggalkan bau tubuh yang harum dan beberapa potong senyum yang susah dilupakan oleh lelaki tulen. Hingga membuat para pengunjung warungkopi melongo seiring para SPG itu jalan melenggak dengan sepatu haknya, menuruni tangga demi tangga warung yang hanya tiga tangga saja, lalu masuk dalam mobil. Kehadiran mereka benar-benar membuat yang beristeri lupa sama bini, yang berpacar lupa sama doi. Tapi nuansa itu durasinya hanya sesaat, semuanya hilang setelah mobil yang membawa para SPG melesat membelah jalan kembali ke sarangnya.
Share:

Belajar Mendeskripsi

Di seputaran Darussalam-Banda Aceh ada satu lapak jualan tempe goreng paling enak menurut saya. Yang jualannya itu bapak-bapak, biasanya dalam berjualan si bapak ditemani seorang bocah laki-laki yang dipercayakan sebagai kenek. Menurut saya, tempe goreng hasil racikan bapak ini mampu menggantikan cemilan anda dari yang biasanya, ya kalau memang cemilan yang anda gemari selama ini tempe goreng bukan yang lain. Mungkin anda sudah terbiasa dengan memakan tempe goreng yang wujudnya seperti kerupuk, kaku dan terdengar seperti jembtan kayu lapuk yang hancur ketika dikunyah. Tapi kalau yang ini tidak, bisa saya pastikan yang anda kunyah memang benar-benar potongan tempe goreng renyah. Pastinya tidak akan membuyarkan konsentrasi anda ketika mengunyah untuk berpikir; oh ini kerupuk tapi versi tempe. Oya lokasi bapak berjualan di seputaran Darussalam; kalau dari arah simpang galon, itu sebelum Bank BRI cabang Darussalam.

Tetapi ini hanya sebuah gambaran atau ilustrasi betapa rasa puas atau kesan itu mampu mendorong seseorang untuk berbicara banyak dan jujur-jujuran. Bapak penjual tempe tidak meminta dan membayar saya untuk mempromosikan lapak gorengan tempenya lewat postingan ini. Bagi saya tempe goreng racikan si bapak enak, renyah dan saya merasa terkesan dengan cita rasanya. Itulah yang mendorong saya untuk menulisnya.

Ilustrasi lain. Mungkin semenjak media sosial Facebook booming dan akrab dengan pengguna internet, tentunya anda sudah pernah atau bahkan sering membaca postingan-postingan yang berisikan testimoni orang-orang yang bahagia setelah melangsungkan pernikahan. Mari kita lihat lagi betapa kekuatan rasa dan kesan itu mampu mendorong seseorang untuk berbicara banyak dan jujur. Coba kita lihat orang-orang yang bahagia dan merasa terkesan dengan pernikahannya itu. Dengan tanpa diminta dan tanpa kita traktir kopi untuk diajak bicara, salah seorang dari mempelai mau berbagi cerita panjang lebar dan detail tentang kronologis pernikahan mereka sejak niat melangsungkan pernikahan mau direncanakan hingga setelah hari H. Yang mungkin kalau salah seorang mempelai kita ajak ngopi sambil bercerita, mungkin tiga jam waktu kita habiskan di warung kopi belum tentu bisa kita peroleh sebuah cerita, jujur-jujuran dan pengakuan yang begitu runut. Saya menemukan beberapa tipe orang yang pendiam sebelum menikah dan berubah menjadi tipe pengomong (di medsos) setelah baru-baru melangsungkan pernikahan karena sebuah kesan.

Oleh karenanya hati-hatilah dengan rasa dan kesan yang, dia mampu mendorong seseorang untuk buka mulut dengan tanpa diminta apalagi dipaksa-paksa. Saya menulis tentang tempe goreng karena saya sudah kelewat puas dan merasa terkesan dengan hasil racikan tempe goreng yang renyah, bikinan bapak yang buka lapak di pinggir jalan Darussalam. Ini menandakan saya belum mampu mengendalikan rasa, hingga kekuatan (kesan) tempe goreng renyah saja mampu mendorong saya untuk berbicara banyak tentangnya (tempe goreng)
Share:

Recent Posts

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.

Pages